Antara Duit dan Pilihan Nurani
Berbicara mengenai politik ada banyak hal yang tak
habisnya untuk dibahas. Mulai dari seluk beluk politik hingga
permasalahan-permasalahannya. Politik sendiri merupakan suatu cara untuk mempengaruhi
seseorang. Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan negara dan
cara melaksanakannya (S. Sumarsono, dkk. 2001 : 137). Biasanya politik
berhubungan dengan suatu pemerintahan. Melingkupi semua lapisan
masyarakat. Dari metropolitan hingga ke pelosok negeri semua berbau
politik. Hingga ranah pemilihan kepala desa juga tercium aroma politik.
Berkenaan dengan pemilihan kepala desa (pilkades),
ada hal yang menarik untuk dibicarakan. Terkait dengan cara calon kepala desa
atau calon lurah dalam berpolitik. Mengingat masa jabatan kepala desa sendiri adalah 6
(enam) tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk 3 (tiga) kali masa jabatan
berikutnya berturut-turut ataupun tidak, maka setiap calon sudah dipastikan mempunyai
cara atau strategi tersendiri dalam berpolitik. Semua cara akan dilakukan untuk
merebut kursi kepemimpinan. Termasuk kemungkinan besar menghalalkan black campaign atau
kampanye hitam. Masyarakat diiming- imingi dengan berbagai janji-janji palsu
dan tersawerkan oleh lembaran-lembaran uang. Tidak sedikit ditemukan
praktik kampanye hitam dalam pilkades. Seperti halnya di Desa Ngelowetan yang
pada 9 Oktober 2016 melaksanakan pilkades juga ditemukan praktik money politic.
Setiap kandidat lurah memberikan uang kepada masyarakat. Ada dua kandidat yang
bertarung memperebutkan kursi kepala desa dalam pilkades tersebut. Kandidat
nomor 1 dan kandidat nomor 2. Nilai nominal uang yang diberikan oleh
masing-masing kandidat adalah 1:2. Praktik kampanye hitam seperti money politic sudah
menjadi budaya tersendiri dalam pilkades. Terbukti tidak hanya di Desa
Ngelowetan saja, namun juga di desa tetangga sebelah ditemukan praktik yang
sama. Bahkan sampai ada undian sepeda montornya.
Seharusnya budaya kampanye hitam money politic
tersebut dapat dihilangkan. Sayangnya praktik tersebut seakan sudah mengakar di
masyarakat. Masyarakat terlanjur terdoktrin dengan adanya money politic. Kebanyakan
masyarakat berpikir bahwa money politic adalah
sebagai “upah” dalam memberikan hak pilih suara. Tak ada duit tak jadi pilih.
Antara duit dan pilihan nurani dipertaruhkan.
Namun, untungnya sebagian besar masyarakat Desa
Ngelowetan masih menggunakan nuraninya dalam memberikan hak pilih suaranya. Hal
itu dapat dibuktikan dari perolehan hasil perhitungan suara. Kandidat nomor 1
lebih unggul dari kandidat nomor 2. Walaupun uang yang diberikan oleh kandidat
nomor 1 lebih sedikit, setidaknya masyarakat Desa Ngelowetan masih menggunakan
nurani dan akalnya dalam menentukan pemimpinnya dalam masa 6 tahun yang akan
datang.
Semarang, 10 Oktober 2016
23.25
*suasana pilkades
No comments:
Post a Comment