Monday, October 10, 2016

ANTARA DUIT DAN PILIHAN NURANI



Antara Duit dan Pilihan Nurani



 


Berbicara mengenai politik ada banyak hal yang tak habisnya untuk dibahas. Mulai dari seluk beluk politik hingga permasalahan-permasalahannya. Politik sendiri merupakan suatu cara untuk mempengaruhi seseorang. Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan negara dan cara melaksanakannya (S. Sumarsono, dkk. 2001 : 137). Biasanya politik  berhubungan dengan suatu pemerintahan.  Melingkupi semua lapisan masyarakat. Dari metropolitan hingga ke pelosok negeri  semua berbau politik. Hingga ranah pemilihan kepala desa juga tercium aroma politik.
Berkenaan dengan pemilihan kepala desa (pilkades), ada hal yang menarik untuk dibicarakan. Terkait dengan cara calon kepala desa atau calon lurah dalam berpolitik. Mengingat masa jabatan kepala desa sendiri adalah 6 (enam) tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk 3 (tiga) kali masa jabatan berikutnya berturut-turut ataupun tidak, maka setiap calon sudah dipastikan mempunyai cara atau strategi tersendiri dalam berpolitik. Semua cara akan dilakukan untuk merebut kursi kepemimpinan. Termasuk kemungkinan besar menghalalkan black campaign atau kampanye hitam. Masyarakat diiming- imingi dengan berbagai janji-janji palsu dan tersawerkan oleh lembaran-lembaran uang. Tidak sedikit ditemukan praktik kampanye hitam dalam pilkades. Seperti halnya di Desa Ngelowetan yang pada 9 Oktober 2016 melaksanakan pilkades juga ditemukan praktik money politic. Setiap kandidat lurah memberikan uang kepada masyarakat. Ada dua kandidat yang bertarung memperebutkan kursi kepala desa dalam pilkades tersebut. Kandidat nomor 1 dan kandidat nomor 2. Nilai nominal uang yang diberikan oleh masing-masing kandidat adalah 1:2. Praktik kampanye hitam seperti money politic sudah menjadi budaya tersendiri dalam pilkades. Terbukti tidak hanya di Desa Ngelowetan saja, namun juga di desa tetangga sebelah ditemukan praktik yang sama. Bahkan sampai ada undian sepeda montornya.
Seharusnya budaya kampanye hitam money politic tersebut dapat dihilangkan. Sayangnya praktik tersebut seakan sudah mengakar di masyarakat. Masyarakat terlanjur terdoktrin dengan adanya money politic. Kebanyakan masyarakat berpikir bahwa money politic adalah sebagai “upah” dalam memberikan hak pilih suara. Tak ada duit tak jadi pilih. Antara duit dan pilihan nurani dipertaruhkan.
Namun, untungnya sebagian besar masyarakat Desa Ngelowetan masih menggunakan nuraninya dalam memberikan hak pilih suaranya. Hal itu dapat dibuktikan dari perolehan hasil perhitungan suara. Kandidat nomor 1 lebih unggul dari kandidat nomor 2. Walaupun uang yang diberikan oleh kandidat nomor 1 lebih sedikit, setidaknya masyarakat Desa Ngelowetan masih menggunakan nurani dan akalnya dalam menentukan pemimpinnya dalam masa 6 tahun yang akan datang.

Semarang, 10 Oktober 2016
23.25

 
*suasana pilkades

No comments:

Post a Comment