Terhitung sudah sejak dua
bulan setengah atau 66 hari pola hidupku berubah. Yang biasanya di kos bisa
melek sampai tengah malam maraton nonton drama Korea, sekarang pukul 23.00 WIB
menjadi batas untukku memejamkan mata. Yang kalau habis Subuh bisa tidur
lagi, sekarang habis Subuh harus prepare dan pukul 06.30 WIB harus sudah
rapi.
Ada banyak cerita semenjak
aku berperan menjadi guru. Dulu, sama sekali tak terbesit untuk menjadi seorang guru.
Tapi sekarang menjadi guru bagiku adalah menjadi suatu pekerjaan yang mulia. Bagaimana
tidak, pekerjaan yang bukan hanya menstranfer ilmu, namun juga mendidik berbagai
macam karakter anak-anak dari beragam latar belakang keluarga.
Satu anak dengan anak lainnya
sangatlah berbeda karakternya, juga berbeda latar belakang keluarganya.
Pendidikan di keluarga sebelum memasuki lingkungan sekolah dan
keprofesionalitasan guru dalam mengajar juga akan mempengaruhi proses belajar
mengajar di kelas.
Pertama kali masuk di kelas, dan
mengajar anak kelas III cukup untuk membuatku mengelus dada beberapa kali dan
beristigfar. Beberapa jam saja di kelas sudah seperti uji nyali. Berbagai anak
dengan bermacam-macam karakter dijadikan satu dalam kelas. Kalau jiwa, mental
dan raga tidak prepare sebelumnya
sudah dapat dipastikan akan mengangkat bendera putih dan menyerah. Namun, aku
berusaha untuk sabar. Menahan diriku di kelas, sebisa mungkin mengeluarkan ilmu
yang sudah ku dapatkan selama di bangku kuliah.
Sekeras aku mikir “ini gimana to, gimana carane. Kok koyo ngono ternyata?.” Seakan selama ini aku kuliah ngapain
aja gitu. Jlebb, jelas selama aku
kuliah yang teringat hanya RPP, Silabus, Prota dan Promes dan kawan-kawannya. Padahal dalam kenyataannya
di dunia persekolahan, dokumen-dokumen tersebut tidak dibutuhkan, dibutuhkan
hanya ketika akan ada akreditasi sekolah saja. Dan, aku merasa zonk
selama ini. Fakta yang ada, di dalam
kelas yang diperlukan adalah keprofesionalitasan seorang guru. Bagaimana guru
dapat mengelola kelas, menguasai kondisi kelas, dapat memahami setiap
karakteristik siswa dan mampu mengajar, tapi yang lebih penting adalah mampu
untuk mendidik siswa.
Memang semua orang mampu
mengajar namun belum tentu dapat mendidik. Karena dalam mendidikan bukan hanya
menstransfer ilmu namun lebih kepenanaman karakter kepada peserta didik. Sudah beberapa
bulan di sekolah, mataku baru bisa terbuka. Ternyata menjadi guru itu bukan
hanya sebagai profesi atau pekerjaan namun lebih kepanggilan jiwa. Karena selain
gaji yang dibawah UMR untuk guru, juga beban yang ditanggung guru cukuplah
berat. Bukan hanya tanggungan di dunia untuk mendidik anak-anak orang namun
juga tanggungan di akhirat atas apa ilmu yang telah disampaikan ke anak-anak.
Semoga aku mampu mensyukuri,
menjalani, dan menikmati atas apa peranku saat ini menjadi guru. Aamiin.
Demak, 28 September 2019
Demak, 28 September 2019