Saturday, September 28, 2019

JADI, AKU JADI GURU

Terhitung sudah sejak dua bulan setengah atau 66 hari pola hidupku berubah. Yang biasanya di kos bisa melek sampai tengah malam maraton nonton drama Korea, sekarang pukul 23.00 WIB menjadi batas untukku memejamkan mata. Yang kalau habis Subuh bisa tidur lagi, sekarang habis Subuh harus prepare dan pukul 06.30 WIB harus sudah rapi.

Ada banyak cerita semenjak aku berperan menjadi guru. Dulu, sama sekali tak terbesit untuk menjadi seorang guru. Tapi sekarang menjadi guru bagiku adalah menjadi suatu pekerjaan yang mulia. Bagaimana tidak, pekerjaan yang bukan hanya menstranfer ilmu, namun juga mendidik berbagai macam karakter anak-anak dari beragam latar belakang keluarga.

Satu anak dengan anak lainnya sangatlah berbeda karakternya, juga berbeda latar belakang keluarganya. Pendidikan di keluarga sebelum memasuki lingkungan sekolah dan keprofesionalitasan guru dalam mengajar juga akan mempengaruhi proses belajar mengajar di kelas.

Pertama kali masuk di kelas, dan mengajar anak kelas III cukup untuk membuatku mengelus dada beberapa kali dan beristigfar. Beberapa jam saja di kelas sudah seperti uji nyali. Berbagai anak dengan bermacam-macam karakter dijadikan satu dalam kelas. Kalau jiwa, mental dan raga tidak prepare sebelumnya sudah dapat dipastikan akan mengangkat bendera putih dan menyerah. Namun, aku berusaha untuk sabar. Menahan diriku di kelas, sebisa mungkin mengeluarkan ilmu yang sudah ku dapatkan selama di bangku kuliah.

Sekeras aku mikir “ini gimana to, gimana carane. Kok koyo ngono ternyata?.” Seakan selama ini aku kuliah ngapain aja gitu. Jlebb, jelas selama aku kuliah yang teringat hanya RPP, Silabus, Prota dan Promes dan kawan-kawannya. Padahal dalam kenyataannya di dunia persekolahan, dokumen-dokumen tersebut tidak dibutuhkan, dibutuhkan hanya ketika akan ada akreditasi sekolah saja. Dan, aku merasa zonk  selama ini. Fakta yang ada, di dalam kelas yang diperlukan adalah keprofesionalitasan seorang guru. Bagaimana guru dapat mengelola kelas, menguasai kondisi kelas, dapat memahami setiap karakteristik siswa dan mampu mengajar, tapi yang lebih penting adalah mampu untuk mendidik siswa.

Memang semua orang mampu mengajar namun belum tentu dapat mendidik. Karena dalam mendidikan bukan hanya menstransfer ilmu namun lebih kepenanaman karakter kepada peserta didik. Sudah beberapa bulan di sekolah, mataku baru bisa terbuka. Ternyata menjadi guru itu bukan hanya sebagai profesi atau pekerjaan namun lebih kepanggilan jiwa. Karena selain gaji yang dibawah UMR untuk guru, juga beban yang ditanggung guru cukuplah berat. Bukan hanya tanggungan di dunia untuk mendidik anak-anak orang namun juga tanggungan di akhirat atas apa ilmu yang telah disampaikan ke anak-anak.

Semoga aku mampu mensyukuri, menjalani, dan menikmati atas apa peranku saat ini menjadi guru. Aamiin. 

Demak, 28 September 2019